Rabu, 18 Maret 2009

Sejarah Semarang


Pada abad 8 SM, kota Semarang adalah sebuah daerah yang bernama Bergota (atau Plagota). Daerah itu dikuasai Kerajaan Mataram Kuno. Menurut Van Bemmelen, ahli geologi dari Belanda Awalnya bentuk daerah Semarang seperti gugusan pulau-pulau kecil, Daerah Semarang yang di sebelah Utara dulunya adalah laut. Bahkan daerah Semarang Bawah itu dulu adalah lautan. Tapi karena ada pengendapan lumpur terus menerus akhirnya daerah-daerah itu jadi daratan.

Pada awal abad 15 daratan Semarang udah sampai ke daerah Sleko saat ini. Pada saat itu pelabuhan Semarang telah menjadi pelabuhan penting, sehingga banyak kapal dagang asing berlabuh di sana. Lalu mulailah orang-orang asing berdatangan ke Semarang.

di urutan pertama terdapat Pedagang Cina yang mulai masuk ke Semarang pada abad 15 . (pada abad ini Laksamana Cheng Ho mendarat yang seterusnya dia bikin kelenteng yang jadi Mesjid, yang sekarang disebut Kelenteng Sam Poo Kong (Gedong Batu)).

Menempati di posisi kedua, terdapat Portugis dan Belanda yang masuk ke Semarang pada permulaan abad 16, lalu membayang-bayangi di belakang terdapat Pedagang dari Malaysia, India, Arab dan Persia yang mulai berdatangan pada abad 17.

Nah di Semarang, para pendatang tersebut mulai membuat pemukiman-pemukiman etnis mereka masing-masing.

Asal kata "Semarang"

Istilah Semarang didapat dari suatu cerita Di masa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak menuju ke daerah Barat Disuatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang, membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama Islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu muncullah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang.

Dalam perjalanannya ternyata kesultanan Demak mengalami kemunduran. Dengan demikian diputuskan untuk memindahkan ibukota Demak ke Pajang. Lama kelamaan Pajang semakin berkembang dan menjadi kerajaan dan bahkan ekspansi ke Jawa Timur. Sejarah mencatat, Sultan Hadiwijaya (raja Pajang) punya masalah keluarga dengan Arya Panangsang dari Kadipaten Jipang Panolan. Singkat cerita, si raja Pajang ini (Sultan Hadiwijaya) akhirnya berhasil mengalahkan Aryo Panangsang atas bantuan 2 tokoh. Salah satu tokoh tersebut adalah Ki Ageng Pemanahan. Sebagai ucapan terima kasih, maka raja Pajang pun memberikan sebidang tanah kepada Ki Ageng Pemanahan yang berlokasi di Hutan Mentaok. Nah, si raja Pajang gak tau kalo ternyata Ki Ageng Pemanahan itu jago banget mengembangkan hutan menjadi desa terus jadi kerajaan yang lama kelamaan makin berkembang terus.

Pada keturunan berikutnya daerah hutan Meraok ini akhirnya menjadi kerajaan besar yang akhirnya malah justru memberontak kepada Pajang, si induk semangnya. Akhirnya keturunan Ki Ageng Pemanahan, yaitu Sutawijaya mengangkat dirinya menjadi raja Mataram dan Pajang justru jadi daerah di bawah Mataram. Daerah kekuasaannya pun semakin berkembang. Demak, Pasuruan, Kediri, dan Surabaya berturut-turut direbut.

Nah, pada awal 1600-an, Sultan Agung sebagai penerus kerjaan Mataram berhasil membangun Mataram dalam keadaan yang gemah ripah loh jinawi. Kekuasaan Mataram pada waktu itu meliputi hampir seluruh Jawa, dari Pasuruan sampai Cirebon. Sementara itu VOC telah menguasai beberapa wilayah seperti di Batavia dan Indonesia Bagian Timur.

Penggantinya Sultan Agung adalah anaknya, Amangkurat I. Ternyata sifat ke Amangkurat I beda jauh dengan pendahulunya, Sultan Agung . Ia sangatlah kejam dan bertangan besi. Akibatnya, muncullah pemberontakan besar-besaran pada tahun 1674 yang didukung para ulama dan bangsawan yang dikenal dengan Perang Trunajaya. Amangkurat I pun meminta bantuan VOC untuk menumpas Trunajaya. Belum sempat untuk menumpas Trunajaya dan kerjasama dengan VOC, Amangkurat I meninggal karena sakit, ada satu versi yang menyebutkan kalau diduga ia diracun anaknya sendiri, Amangkurat II). Sepeninggalan Bapaknya, Amangkurat II pun naak tahta dan melanjutkan kerjasama dengan VOC.


 

Akhirnya Trunajaya berhasil dibunuh oleh Amangkurat II dengan bantuan VOC. VOC pun mengingatkan Amangkurat II tentang janjinya untuk memberikan daerah Semarang sebagai kesepakatan telah membantu menumpas Trunajaya. Setelah ingat, akhirnya daerah Semarang diberikan kepada VOC. Disitulah mulainya penjajahan Belanda di Semarang. Oleh Belanda, Semarang selanjutnya menjadi basis militer dan pusat perdagangan Belanda

Karena tindakan semena mena Belanda untuk mengeruk hasil bumi dari Semarang, maka sering muncullah pemberontakan dari rakyat pribumi untuk melawan penjajahan Belanda. Untuk melindungi diri maka VOC mendirikan benteng di pusat kota Semarang. Benteng ini berbentuk segi lima dan pertama kali dibangun di sisi barat kota lama Semarang saat ini. Benteng ini hanya memiliki satu gerbang di sisi selatannya dan lima menara pengawas. Masing-masing menara diberi nama: Zeeland, Amsterdam, Utrecht, Raamsdonk dan Bunschoten. Di dalam Benteng ini kemudian berkembang pula sebagai perkampungan Belanda. Lalu kemudian tahun 1731, Pemerintah Belanda memindahkan pemukiman Cina dari daerah Simongan (Gedung Batu) ke daerah baru dekat dengan pemukiman Belanda yang sekarang dikenal dengan nama Pecinan Semarang. Ini karena orang Cina ikut-ikutan membantu Sultan Surakarta melawan Belanda. Maksud pemindahan ini agar gerak-gerik orang Cina di Semarang lebih mudah diawasi. Dulu, terdapat dua pemukiman utama, yaitu Pemukiman Belanda dibawah pemerintahan gubernur Belanda, yang mengurus daerah di dalam Benteng dan penduduknya dan pemukiman pribumi yang berada di luar gerbang benteng. Di dalam Benteng pemukimannya berkembang menjadi satu pemukiman dan kota tersendiri yang emang berfungsi mengatur seluruh kota Semarang, soalnya pusat pemerintahan ada di dalam benteng ini.

Kota Lama Semarang

Lama kelamaan pada Benteng yang dibangun ini, pemukiman Belanda mulai bertumbuh tepatnya di sisi timur benteng "Vijfhoek". Banyak rumah, gereja dan bangunan perkantoran dibangun di pemukiman ini. Pemukiman ini adalah cikal bakal dari kota lama Semarang. Pemukiman ini terkenal dengan nama "de Europeeshe Buurt". Semua bangunannya dibuat dengan arsitekturnya Belanda. Bahkan kali Semarang pun dibentuk mirip Kanal-kanal di Belanda. Pada masa itu benteng "Vifjhoek" belum menyatu dengan pemukiman Belanda . Sebenarnya Kota Lama Semarang sudah dari tahun 1678 direncanakan untuk menjadi pusat pemerintahan kolonial Belanda. Namun karena pemberontakan sering terjadi, Benteng yang terletak di sisi barat kota lama ini dibongkar dan dibangun benteng baru yang melindungi seluruh Kota Lama Semarang. Kehidupan di dalam Benteng berkembang dengan baik. Mulai banyak bermunculan bangunan-bangunan baru. Pemerintah Kolonial Belanda membangun gereja Kristen baru yang bernama gereja "Emmanuel" yang sekarang terkenal dengan nama "Gereja Blenduk". Pada sebelah utara Benteng dibangun Pusat komando militer untuk menjamin pertahanan dan keamanan di dalam benteng.

Namun pada tahun 1824 gerbang dan menara pengawas benteng ini mulai dirobohkan. Orang Belanda dan orang Eropa lainnya mulai menempati pemukiman di sekitar jalan Bojong (sekarang jalan Pemuda). Pada masa ini kota lama Semarang telah tumbuh menjadi kota kecil yang lengkap.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia mengambil alih usaha-usaha dagang Belanda, kantor-kantor dan bangunan-bangunan lainnya. Tapi entah kenapa daerah Kota Lama ini jadinya gak berkembang perdagangan dan perekonomiannya. Akhirnya pemilik baru bangunan kuno ini milih meninggalkan bangunannya dan dibiarkan kosong tak terawat. Sekarang Kota Lama Semarang bukan lagi pusat kota, pusat perekonomian dan pusat segala kegiatan.

Cerita ini diambil dari blog sebelah dan juga dari beberapa sumber.

Tidak ada komentar: